Perginya Nurcholish
Madjid (Alm) adalah duka bagi para pemikir yang sedang tidak “pikun” atas
nalarnya, mereka akan gelisah setiap melihat Cak Nur sebagai teks dan konteks,
termarjinal dalam sebuah proses pemikiran yang menuju kepada pembaharuan.
Pertanyaannya sekarang, apakah mereka mengalami “jalan buntu” (aphoria) atau
mati tergilas oleh roda zaman ?. Pertanyaan inilah yang mengikat setiap kali
beranjak berfikir melanggengkan ritual kebudayaan sebagaimana Cak Nur ungkapkan
dalam beberapa pidato dan tulisan-tulisannya. Oleh karena itu kami memberanikan
diri untuk melanjutkan cita-cita yang masih “tertidur” dalam utopia pemikiran
tersebut. Cita-cita itu adalah “Membangun sebuah laboraturium kemanusiaan dan
kebudayaan”.
Untuk mewujudkan
cita-cita tersebut, Paramadina sebagai sebuah universitas harus mempunyai
lembaga-lembaga yang akan mewujudkan dan menegakan nilai serta tonggak dasar
peradaban. Mahasiswa yang menyandang predikat agent of change merupakan ujung
tombak dari setiap evolusi yang terjadi, maka sudah menjadi keniscayaan bagi
universitas Paramadina untuk merangkul dan memberdayakan mahasiswa sebagai agen
dari tonggak-tonggak “Manifesto ke-Paramadinaan” untuk menuju sebuah peradaban
moderen yang dicita-citakan.
Peran mahasiswa menjadi
sangat penting dan vital ketika Universitas Paramdina hendak menegakan
tonggak-tonggak peradaban, karena mahasiswa telah terintegrasi di dalam tubuh
Paramadina sendiri (sebagai sebuah universitas).
Untuk menyambung narasi
tersebut, maka Kami mahasiswa lintas jurusan mencoba dan berusaha menunaikan
laboratorium kebudayaan yang dicita-citakan, sebagai artikulasi – kreatif demi
melanggengkan tujuan dunia pendidikan. Sebab, dampak lain dari pendidikan
adalah “Kemampuan berfikir dan bertindak rasional, untuk menyerap informasi
dalam jumlah yang besar, dan untuk menyusun informasi itu secara sistematis,
agar dapat digunakan secara efektif, kemudian mampu mengartukulasikannya dalam
bahasa yang fasih dan kuat, Memuliakan yang Budaya dan Membudayakan yang
Mulia”.
Mengingat luhurnya
cita-cita yang “didendangkan” Paramadina beserta founding father-nya, maka kami
sebagai anak kandung Universitas merasa terpanggil untuk turut serta mewujudkan
apa yang telah dicita-citakan. Kami menyadari bahwa untuk mewujudkan cita-cita
tersebut tidaklah mudah, akan tetapi bagi kami Tidak Ada Kata Menyerah Sebelum
Terbukti Kalah “Tandang ke gelanggang walau seorang”. Untuk menopang usaha
terwujudnya cita-cita tersebut, kami mencoba membentuk sebuah lembaga
profesional kemahasiswaan, di mana lembaga tersebut akan membantu kelancaran
kinerja kami secara terorganisir dan sistematis.
Bercermin dari
Paramadina dengan lambang yang terdiri dari huruf Kaf dan Ha yang melingkari
kubus, maka kami; anak kandung Paramadina, merasa terilhami dengan lambang
tersebut. Lembaga yang kami dirikan merupakan cerminan dari lambang Paramadina,
sehingga lembaga ini kemudian kami beri nama “kafha”.
Nama kafha sendiri
tercipta dari dialog mahasiswa lintas jurusan, yang belum pernah tuntas
mendialektikkan isu-isu kemanusiaan dan kebudayaan yang berkembang di linkungan
universitas, serta mendefinisikan konsep Universitas Paramdina sebagai “Kampus
Budaya”, sebagaimana termanifestasi dalam lambang Paramadina itu sendiri.
Kata Kaf dan Ha yang
tercantum dalam lambang Paramadina, secara terminologi kaf berarti Kitab
(secara tekstual maupun kontekstual) dan Ha berarti Hikmah (sebuah pelajaran
berharga yang bisa dipetik dari sebuah fenomena). Kitab berarti teks, dan teks
memiliki 2 (dua) arti 1. Harfiah, 2. Istilah, secara harfiah teks berarti
tulisan, mushaf (lembaran-lembaran), sedangkan teks secara istilah adalah alam,
lingkungan atau segala sesuatu yang bersifat simbolis. Hikmah (sebuah pelajaran
berharga yang bisa dipetik dari sebuah fenomena; teks) berarti segala sesuatu
yang dapat ditarik konklusinya dari teks-teks yang ada, dan hikmah sendiri
dapat diartikan sebagai sebuah kearifan atau kebijaksanaan (wisdom).
kaf dan Ha dapat
diartikan pula sebagai sebuah sistem keilmuan, di mana sistem tersebut
menjadikan “Kebebasan dan Kritik” (riset) sebagai landasannya. “dalam sebuah
proses pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan harus didasarkan pada
keduanya, dimana keterbukaan, kebebasan, kritik dan kebijaksanaan (etika) harus
dijunjung tinggi”. Menjunjung tinggi dalam konteks ini adalah keseimbangan
antara nalar (akal/logika) dengan hati (perasaan dan kebijaksanaan), dalam teks
arab dikenal dengan Bashrah (Akal) dan Bashirah (mata hati). “Maka berilah
kabar gembira kepada hamba-hambaku yang mendengarkan pendapat, kemudian
mengikuti yang baik diantaranya. Orang-orang itulah yang diberi petunjuk Allah,
dan mereka itulah orang yang berpengertian mendalam”(al-Zumar/39:18).
Dengan landasan
tersebut diharapkan orang-orang yang tergabung di dalamnya dapat melaksanakan
berbagai macam rutinitasnya berlandaskan prinsip dan komitmen, dari sana pula
diharapkan orang-orang tersebut dapat memetik sebuah hikmah atau pelajaran yang
bisa diambil dan berguna untuk kehidupan hari esok (masa depan). Mengutip
pepatah tua, “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah”
(Sukarno). Sejarah yang dimaksud dalam konteks ini adalah tidak tergantung
hanya pada sejarah kehidupan umat manusia sebelumnya, tapi satu detik, saju
jam, satu hari bahkan satu tahun yang telah berlalu juga berarti sejarah.
Pengetahuan akan konsep
yang telah disebutkan di atas, mungkin sesuatu yang “basi” dan “lapuk”, karena
para aktor intelektual maupun aktor kebudayaan telah sejak lama membahas dan
menelaah hal tersebut. Akan tetapi ini akan menjadi sesuatu hal yang masih
relevan ketika para aktor tersebut belum atau tidak pernah menyadari akan
pentingnya sebuah keterbukaan, kebebasan berfikir secara kritis, sehingga yang
terjadi adalah pembunuhan karakter dan pembunuhan kreatifitas berfikir dan
berkarya sehingga unsur-unsur kebudayaan yang telah dibangun oleh nenek moyang
dan leluhur kita masih tetap “jalan di tempat” dan tidak berevolusi seperti
halnya kebudayaan-kebudayaan yang ada di belahan bumi lainnya.
Bertolak dari teks dan
realitas yang telah disebutkan di atas maka lahirlah kafha, yang memfokuskan
dirinya pada kebudayaan yang berbasis kemanusiaan. Lahirnya kafha merupakan
sebuah anti thesis dari narasi-narasi besar para “elite” dan realitas
masyarakat yang jauh dari “kata”. Hal senada pun diresahkan oleh Ahmad Syafii
Maarif “ketika laku dan kata tidak lagi bersahabat”. Banyak para pengobral
Kata, dengan murah bertutur namun, Lagi-lagi hanyalah obrolan yang dangkal,
tidak termanifestasi secara nyata dan dapat dirasakan oleh kita semua. Landasan
Negara-pun jauh dari kenyataan, sebagai contoh konkrit adalah naiknya angka
kemiskinan yang bertubi-tubi menggerogoti setiap tulang dan darah manusia.
Karakter dan identitas begitu rapuh terhadap resistensi budaya import, kemudian
apa yang harus kita tindak dan artikulasikan, ketika melihat “tumor” yang
menggejala sedemikian rupa?.
Visi dan Misi Kafha
Visi :
- Pancasila, sila kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Merevitalisasi Kebudayaan menuju kemanusiaan yang dapat menggerakan potensi dirinya, untuk orang lain.
- Merepresentasi kembali isu-isu kemanusian dan kebudayaan kontemporer, menuju transformasi budaya masyarakat yang mulia dan humanis.
- Menciptakan ruang laboratorium kemanusiaan dan kebudayaan.
- Memberikan ruang untuk berkarya, berkreasi secara inovatif dan bebas dalam berfikir.
- Melestarikan warisan budaya dan dunia yang mulia dan memanusiakan budaya yang tertindas(termarjinal).
- Menghidupkan kebudayaan yang merdeka, karena kemerdekaan adalah kebudayaan.
- Menggali sila kedua dalam pancasila, yang mengandung begitu banyak nilai humanis yang akan mendasari kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa menjadi kehidupan yang lebih manusiawi.
- . Memberi sentuhan bagi kalangan mahasiswa tentang pentingnya indentitas dan budaya dalam memasuki dunia kampus.
Visi
dan Misi Kafha Periode Kepengurusan 2011 / 2012
Visi :
- Keluarga yang bebas, cerdas dan berkomitmen membahagiakan rumahnya melalui totalitas berkarya dan tetap membumi.
Misi :
- Membangun komunikasi yang baik antar keluarga kafha.
- Membiasakan keramahan dan kesopanan dalam berinteraksi
- Kesetaraan dalam berdialog dan berpendapat
- Kreatif mengembangkan ide
- Cerdas dalam bertutur dan berperilaku
- Rutin mewujudakan karya dalam periode yang ditentukan
- Mensinergikan ide antar divisi
- Mengapresiasi karya
- Membuka informasi yang tergolong internal dan eksternal
- Membuat acara yang melibatkan berbagai kalangan
- Rendah hati dan terbuka tehadap gagasan
- Disiplin dan tepat waktu dalam agenda rapat atau pertemuan
- Berbagi dan saling menghargai
Logo
Kontak
Universitas
Paramadina
Jl
Gatot Soebroto kav 97
Mampang,
Jakarta Selatan
12790
Telepon:
Email:
kafha.laboratory@gmail.com
Facebook:
Twitter:
@kafha
Posting Komentar