Kamis 10 Januari 2013 ditengah hujan rintik-rintik itu, kami melangkahkan kaki ke Perkampungan Nelayan di Muara Angke untuk melihat secara langsung dan lebih dekat lagi dengan para nelayan yang ada di sana.
Hujan, angin dan dinginnya udara tidak mengurungkan kami untuk tetap semangat mengunjungi tempat ini.
kepergian kami ke Muara Angke merupakan survey dalam rangkaian lakon yang akan kami tampilkan.
"Samudra Masih Biru" merupakan pagelaran teater pertama Kafha di awal tahun 2013 ini. Bekerja sama dengan Kiara, teater Kafha Paramadina akan menampilkan lakon mengenai kehidupan para nelayan dengan keadaan lautan yang ada saat ini. Bertempat di Taman Ismail Marzuki Jakarta dalam acara "Temu Akbar Nelayan 2013" pada tanggal 17 Januari 2013.
Banyak yang kami temukan dari survey yang telah kami lakukan di sana, secara langsung kami melihat bagaimana kehidupan para nelayan beserta suka duka yang mereka alami. Kontras kehidupan sebuah 'kota' juga kami temukan di sana, gedung tinggi yang menjulang sangat kontras dengan perahu-perahu yang sudah usang..... Apakah ini gambaran 'kota' yang saat ini kita huni?
Bagaimana dengan nasib para nelayan yang menggantungkan hidupnya di sana? Meskipun hujan turun, mereka tetap berlarian mendorong gerobak yang sudah berisi dengan box-box ikan untuk segera dikumpulkan demi mendapatkan hasil jerih payahnya yang tidak begitu... sebanding untuk bertahan hidup.
Bagaimana dengan keluarga mereka? Bagaimana dengan hasil tangkapan mereka? Apakah lautan masih memberikan mereka banyak ikan untuk mereka bertahan hidup.... ?
Dokumentasi Foto: Anggraeni
".......Samudra dan Biru adalah pasangan suami istri yang dinikahkan oleh laut. Mereka sudah berjodoh dengan laut bahkan sejak lahir. Mereka sama-sama hidup dalam keluarga nelayan dan dibesarkan oleh laut. Ketika dewasa dan menemukan cinta dalam tatapan masing-masing, laut pula yang menjadi saksi ikrar mereka untuk setia sampai mati: setia kepada pasangan dan setia kepada laut.
Hingga suatu saat, kehidupan mulai berubah. Laut dan penghuninya kian tak memihak pada para nelayan. Hasil tangkapan ikan sudah tak mencukupi kebutuhan untuk hidup. Nelayan dalam negeri hanya bisa menelan ludah melihat berlimpahnya hasil tangkapan nelayan luar. Konstitusi yang membela hak kaum nelayan juga belum ditegakkan. Ditambah lagi dengan kelicikan para tengkulak yang bercabang bagaikan lidah ular.
Kesulitan hidup telah membawa goncangan dalam bahtera rumah tangga Samudera dan Biru. Biru mempertanyakan cinta Samudera. Samudera pun mempertanyakan kesetiaan Biru.
Akankah laut mampu memberikan jawaban atas semua pertanyaan?....."
Posting Komentar