Membudayakan Kepemimpinan di Kampus Kita, Universitas Paramadina, Kampus Peradaban

0 komentar

 Oleh: Utomo Dananjaya

B
etapa pentingnya membangun karakter kepemimpinan (leadership) di kampus kita, Universitas Paramadina sebagai kampus peradaban. Hal ini membutuhkan waktu dan kerja keras bersama. Saya membaca buku yang relevan dan cukup berpengaruh dalam menumbuhkan budaya karakter kepemimpinan. Buku tersebut, 7 Habit of Highly Effective People (1993), karya Stephen R. Covey. Kita bisa menimba pengetahuan berharga dari buku ini untuk membudayakan karakter kepemimpinan di kampus kita bersama. Berikut ini 7 kebiasaan:

Kebiasaan 1:
Jadilah Proaktif
Saya orang yang bertanggung jawab. Saya menggambil inisiatif. Saya menentukan tindakan, sikap dan suasana hati saya. Saya tidak menyalahkan orang lain bila melakukan kesalahan. Saya melakukan hal yang seharusnya saya lakukan tanpa diminta, meskipun tidak ada orang yang melihat. “Mari kita proaktif!”

Kebiasaan 2:
Mulai dengan Tujuan Akhir
Saya membuat rencana di depan dan menetapkan target. Saya melakukan hal-hal yang berarti dan membuat berbedaan. Saya adalah bagian penting dari kelas saya dan memberi kontribusi terhadap misi dan visi sekolah saya, serta berusaha menjadi warga yang baik. “Apa target kita?”

Kebiasaan 3:
Dahulukan yang Utama
Saya menghabiskan waktu untuk hal-hal yang utama. Ini berarti saya mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak sepatutnya saya lakukan. Saya menetapkan prioritas, membuat jadual, dan melaksanakan rencana. Saya disiplin dan terorganisir. “Apa yang utama?”

Kebiasaan 4:
Berpikir Menang-Menang
Saya menyeimbangkan keberanian untuk mendapatkan kemauan saya dan kemauan orang lain. Saya selalu mempertimbangkan perasaan orang lain. Jika terjadi perselisihan, saya mencari alternatif ketiga. “Mari kita berpikir menang-menang!”

Kebiasaan 5:
Berusaha Memahami Dulu, Kemudian Berusaha Dipahami
Saya mendengarkan gagasan dan perasaan orang lain. Saya mencoba melihat dari sudut pandang mereka. Saya mendengarkan orang lain tanpa memotong pembicaraan. Saya percaya diri menyuarakan gagasan saya. Saya menatap mata lawan bicara saya. “Mari pahami dulu orang lain! Barulah berusaha dipahami!”

Kebiasaan 6:
Mewujudkan Sinergi
Saya menghargai kekuatan orang lain dan belajar menghargainya. Saya pandai bergaul bahkan dalam suasana perbedaan. Saya bekerja baik dalam kelompok. Saya meminta gagasan orang lain untuk memecahkan masalah karena saya tahu bila bekerja sama dengan orang lain kita dapat membuat solusi yang lebih baik daripada kalau bekerja sendiri. Saya rendah hati. “Mari kita wujudkan sinergi!”

Kebiasaan 7:
Mengasah Gergaji
Saya menjaga tubuh dengan menjaga pola makan, olah raga dan tidur secukupnya. Saya habiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman. Saya belajar dengan berbagai cara dan di berbagai tempat, bukan hanya di sekolah. Saya luangkan waktu mencari cara yang berarti untuk membantu orang lain. “Saya mengasah gergaji!”



Bagan di atas merupakan penjelasan singkat memahami 7 kebiasaan.

Membangkitkan Budaya Kepemimpinan

Covey juga menulis buku The Leader in Me, sebuah kisah sukses sekolah yang membudayakan 7 kebiasaan. Salah satu Babnya Membangkitkan Budaya Kepemimpinan. Berikut ini saya ringkaskan.  

Membangkitkan budaya bukan sekadar membicarakan bicara, melainkan membangkitkan budaya menjalankan jalan. Covey mengambil contoh sekolah A.B. Combs dalam menerapakan prinsip 7 kebiasaan. Sesungguhnya ia kisahkan beberapa pengalaman sekolah dasar, termasuk sebuah sekolah di Singapura. Para pembangkit kultur di sekolah adalah, asisten eksekutif dan resepsionis. Dalam banyak hal mereka menggambarkan wajah budaya sekolah.

Apabila mereka mendapat pujian atas keberhasilan sekolah, mereka memberi tahu kita, kepala sekolahlah yang pantas mendapat pujian. Bagaimanapun, kepala sekolah yang memimpin rapat, menyetujui rencana, dan menyetujui aktivitas yang akan meneguhkan budaya sekolah.

Namun, kepala sekolah menolak pujian ini. Gurulah yang sepatutnya mendapat pujian hingga memungkinkan semua ini. Gurulah yang berada pada garis depan. Para guru membantah. Mereka menunjuk siswa dan orangtua sebagai pihak paling tepat dipuji. Bagaimanapun, mereka tak dapat menjalankannya tanpa siswa. Banyak hal dari budaya di sekolah berasal dari rumah siswa.

Para orangtua menunjuk kepala sekolah dan guru sebagai pihak yang pantas menerima pujian. Dan begitu seterusnya yang terjadi di berbagai sekolah yang mengusung budaya kepemimpinan – semua orang saling memuji.

Dan memang begitulah seterusnya. Budaya sekolah tak mungkin dibebankan kepada satu orang bila sekolah menginginkan budayanya berhasil dan bertahan. Maka, pujian sepantasnya diberikan kepada semua pihak yang terlibat.

Semua orang yang terlibat akan sepakat, alasan utama kesuksesan sekolah bukan berkat pelakunya saja, melainkan berkat prinsipnya. Prinsip 7 kebiasaan. Dengan kata lain, sukses bukan semata karena principal (kepala sekolah), tetapi berkat principle (prinsip). Prinsip membantu sekolah menciptakan budaya, maupun “prinsipal” berganti tapi “principle,” kekal.

Beberapa kisah favorit tentang keberhasilan di sekolah. Misalnya kisah berikut yang dikirim melalui email ke Muriel oleh Amy Dressel, ibu dari seorang anak bernama Emma:

Emma berprestasi luar biasa tahun lalu! Kami tidak bisa mencegah ia baca buku. Di atas ini semua kami melihat jiwa kepemimpinan padanya. Kami selalu bersamanya pada liburan musim panas tahun ini. Berulang kali mendengar ia katakan, “mari kita proaktif,” atau, “ayah, bolehkah kita main jet-ski? Kita butuh bersenang-senang dan mengasah gergaji.” Tapi yang paling bagus, Sam putera saya berusia 3 tahun, berkata pada Emma, “mari kita bersinergi! Kita berbenah dulu baru nonton TV kita sama-sama menang!” Saya dengar omongan mereka pukul 6:45, hari sabtu dua minggu lalu. Terima kasih atas tahun terbaik yang dapat dilalui seorang siswa taman kanak-kanak (dan orang tuanya).

Namun, A.B. Combs tidak saja membuktikan prinsip ini bisa diterapkan di sekolah dasar. Mereka menunjukkan, mungkin sekolah dasarlah yang paling masuk akal untuk memulai pendidikan semacam ini. Siswa tampak lebih terbuka dan menerima prinsip kepemimpinan saat masih sekolah dasar. Keluwesan struktur dan kurikulum sekolah juga dibuat lebih kondusif terhadap penerapan prinsip ini guna melaksanakan intervensi budaya sebagai prioritas.

“Selalu terlihat mustahil sebelum sesuatu dilakukan,”
Nelson Mandela

Bagaimana dengan kampus kita?

Salah satu jargon Universitas Paramadina adalah sebagai pusat budaya. Maksudnya pusat pertumbuhan budaya. Bagaimana ini dilaksanakan?

Berikut ini salah satu babnya saya ringkaskan dalam prosesnya:


1. Kerja Semua Unsur
2. Perilaku
3. Bahasa
4. Artefak
5. Tradisi
6. Cerita Rakyat


1. Kerja Semua Unsur

Gambaran singkat apa yang terjadi ketika civitas akademika membawa tema kepemimpinan kepada mahasiswa, penting bagi setiap civitas untuk memahami bahwa ini merupakan suatu pekerjaan yang tidak terjadi dalam semalam. Bayangkan, betapa bersemangatnya para dosen dan pimpinan ketika memulai peluncurannya.

Kita bisa mencoba seperti yang dilakukan oleh Muriel dalam The Leader in Me, “kami merasa sangat yakin ketika mulai melakukan kepemimpinan baru. Tapi dalam hati kecil kami, kami bertanya, sanggupkah kami melaksanakannya? Apakah kami melakukannya dengan sumberdaya kami sendiri dan ini akan menjadi pekerjaan berat yang kami lakukan dengan jujur, kami sanggup melakukannya jika ingin mendengar di antara para staf pengajar. Sikap ini membuat mereka mampu mengatasi setiap benturan dan hambatan yang mereka temui, hasil akhirnya, sebuah budaya lembaga pendidikan yang memenangkan kepuasan.”

Budaya adalah hasil penggabungan perilaku orang-orang yang terlibat di lembaga pendidikan tersebut. Terkadang, disebut “karena kami melakukan sesuatu di sekitar sini.” Budaya adalah bagaimana orang bersikap secara konsisten dan memperlakukan orang lain. Budaya dapat dilihat, dirasakan dan didengar.

2. Perilaku

Mulanya setiap calon mahasiswa baru mengikuti orientasi di Universitas Paramadina. Program ini bernama Graha Mahardhika Paramadina. Inilah tempat semuanya berawal setiap tahun, mahasiswa baru menciptakan budaya. Begitupun di A.B. Combs. Awal adalah sesuatu yang serius, mencurahkan minggu pertama dalam setiap tahun ajaran saling bekerja sama dengan mahasiswa baru untuk menciptakan budaya.

Dalam minggu pertama, A.B. Combs tidak memperkenalkan mata pelajaran, tetapi meninjau 7 kebiasaan dan menulis pernyataan yang ingin mereka capai selama program pendidikan. Mereka bicara pertanggungjawaban. Mengajak siswa menciptakan pembentukan kepemimpinan untuk diterapkan di sekolah tempat menimba pengalaman serta mewawancarai teman.

Setiap peserta didik:
1.     menetapkan target pribadi,
2.     mengumpulkan data dalam universitas,
3.     peserta didik diminta membuat tata tertib kerja sama dan perilaku yang bisa dan tidak bisa diterima,
4.     kemudian menuliskan kesepakatan-kesepakatan mereka dalam bentuk yang sebaik-baiknya untuk dimuat dalam buletin atau di lorong-lorong kelas.

Semua ini terjadi seminggu pertama dalam suasana menyenangkan. Salah satu alasan utama melakukannya, untuk memastikan para mahasiswa baru agar saling kenal dan merasa nyambung dengan sesama teman baru maupun lama.

Hasilnya, hal ini mencegah dan menghilangkan hambatan dan masalah disiplin sebelum dimulai tahun ajaran baru. Mereka sadar, menyemai benih yang mereka tanam dengan memastikan bahwa mereka punya tanah dan menanam benih yang tepat.

7 kebiasaan bukan satu-satunya perilaku yang dipelajari dan ditekankan pada bagian pertama. Batapa pentingnya sopan santun dan etika. Mahasiswa baru dikondisikan menciptakan dan mencapai keberhasilan bersama.

Mereka didorong bertanggungjawab, menyapa para pengunjung, menyambut pengunjung, terutama menatap mata pengunjung ketika berbicara, serta ramah menyambut pengunjung di kampus. Hasilnya, perilaku sopan dan dewasa merupakan hal yang lazim di Universitas Paramadina sebagai bagian dari budaya civitas akademika sehari-hari.

3. Bahasa 

Bahasa yang digunakan pada papan pengumuman merupakan cerminan budaya yang berlaku di universitas. Seperti di A.B. Combs, ada ungkapan seperti:

“di sini kami berurusan dengan kepemimpinan,”
“kami mencintai mereka setiap hari,”
“kami berfokus pada hal-hal positif,”
“setiap orang di sini adalah penting.”

Coba lihat apa yang ditulis dalam poster-poster di Paramadina?
Bandingkan dengan yang ditulis A.B. Combs.

Ketika 2 orang konsultan Franklin Coffee berkunjung sekolah pada suatu pagi, ia mendengar di interkom kata-kata “anak-anak, kalian sangat menakjubkan, kemarin kalian melakukan tanya jawab dengan baik. Saya ingin katakan betapa saya menghormati kalian. Betapa saya mencintai kalian.” Seorang konsultan berujar pada yang lain, “seorang anak yang meninggalkan sekolah ini selama 6 tahun mendengar ucapan itu akan merasa istimewa dan dicintai.”

Ketika tiba di kelas, guru dan siswa menyambut pengunjung di depan pintu. Mereka bersalaman. Dan berujar, “Apa kabar Pak!” dengan kata pujian, “Anda siap berprestasi hari ini?”

Di A.B. Combs, para peserta didik tidak ada yang melewati seseorang tanpa saling sapa. Berikut kebiasaan yang terjadi di A.B. Combs.
·        seorang petugas yang berkerja hari itu membacakan berita acara pagi di sekolah,
·        semua siswa akan diingatkan program yang akan terjadi dalam jadwal,
·        siswa yang bertugas memeriksa perlengkapan siswa lain,
·        bicara singkat tentang salah satu kebiasaan pengumuman ulang tahun, prestasi baik yang diperoleh, pemberian penghargaan pada pemimpin di sekolah.
·        terkadang, bila ada tamu atau staf masuk/mengunjungi kelas mereka melihat dan mendengarkan pesan utama mereka pada siswa adalah, kami mencintai kalian, kalian pemimpin yang luar biasa. Inilah acara 15 menit pertama setiap hari. Inilah cara mereka memulai dengan tujuan akhir dan mendahulukan yang utama. Berbeda bagi setiap guru, mereka memulai lagi dengan berkumpul di dalam kelas,
·        sekolah memiliki serangkaian motivasi yang dipilih siswa serta kelas dan jurusan. Musik diperdengarkan melalui sistim interkom, 15 menit menjelang bel pertama. Para staf pengajar pergi ke lorong menyapa semua siswa,
·        selama berkumpul mereka berbagi semacam kutipan inspiratif, berupa catatan kejadian istimewa yang terjadi sebelumnya, atau kejadian istimewa dalam hidup mereka. Selain itu bisa bertukar informasi untuk keperluan kordinasi.

Sesekali acara kumpul-kumpul digabung. Sehingga masalah sekolah dapat diatasi dan kesuksesan dapat dirayakan bersama. Acara ini menyebabkan setiap kelas, tiap hari, merasakan kebersamaan di dalam sekolah.

Perasaan senasib seperjuangan dengan rangkaian kegiatan ini dalam pernyataan pernyataan bahasa yang dapat didengar dan perilaku yang dapat dilihat merupakan budaya yang dibangun di A.B. Combs. Perilaku, tatacara dan bahasa yang umum ditingkatkan, dan diulang-ulang hingga menjadi budaya di lembaga pendidikan ini. Tak boleh ada pimpinan atau guru saling berpapasan dengan peserta didik tanpa bertegur sapa. Dengan cara ini terasa berbagai macam kebiasaan berkembang.

Salah satu cara menumbuhkan bahasa 7 kebiasaan di A.B. Combs adalah melalui musik. Siswa mempelajari beberapa lagu, berisi pikiran dan nilai positif. Beberapa lagu adalah orisinal dibuat oleh sekolah. Namun kebanyakan lagu adalah lagu-lagu populer yang dikenal siswa atau diciptakan sendiri oleh mereka. Sesekali salah seorang menyesuaikan sebuah lagu agar pas dengan 7 kebiasaan. Bahkan setiap kelas mempunyai irama favorit. Sementara kelompok paduan suara mempunyai topik sendiri. Musik adalah salah satu media favorit menyebarkan kebiasaan di sekolah sebagai realisasi tema kepemimpinan. Bahasa 7 kebiasaan, dekat dengan pimpinan sekolah, guru, siswa, staf dan orangtua saat pertama beraktivitas.

Perlunya di Universitas Paramadina disusun kebiasaan yang sesuai dalam bentuk ungkapan bahasa, pernyataan dan di antara ini membuat kebiasaan berkembang di Universitas Paramadina. Dengan cara ini setiap orang merasakan hangatnya kebiasaan kepemimpinan tumbuh dan berkembang di dalam kampus.  

4. Artefak

Bila seorang antropolog mengunjungi A.B. Combs, maka dapat menyimpulkan banyak hal. Keluarga Petel memasuki pintu sekolah mendapatkan pengalaman menyenangkan. Tidak jauh dari pintu masuk, para pengunjung akan melihat berbagai poster, lukisan dinding dan karya seni yang mengekspresikan misi sekolah serta pernyataan visi. Masing-masing balai dihiasi karya seni yang menggambarkan lebih jauh tema kepemimpinan tertentu. Lorong sekolah ditempeli papan nama jalan yang membuat salah satu kebiasaan tema kepemimpinan menjadi lain. Pada sebuah dinding terdapat foto-foto pemimpin yang pernah berkunjung ke sekolah. Pada dinding lain, terdapat foto pemimpin dunia yang kesohor.

Pada musim tertentu, perlu diselenggarakan pertunjukan seni. Berupa peragaan yang menakjubkan, bukan hanya seni melainkan juga peragaan harapan, impian dan aspirasi. Pesan ini digemakan kepada seluruh civitas akademika; “kalian penting, kalian berkemampuan, kalian memiliki potensi dan berbakat.” Di kampus Paramadina lah sebuah impian dan bakat diasuh.

Ketika memasuki kelas, pengunjung melihat pernyataan misi yang ditempel di dinding kelas. Kutipan inspiratif, termasuk hal jenaka. Juga “tong isu” sebagai tempat menempelkan catatan keprihatinan untuk dibahas kemudian hari. Setiap ruang berisi gagasan dan peragaan kreatif, tapi kuncinya, ini meneguhkan kepemimpinan dan target kelas. Kebersihan dan penampilan kampus perlu dijaga, hingga ada komunitas yang ikut dalam perbaikan. Hampir semua gambar atau pajangan punya cerita dan tujuan di baliknya.

A.B. Combs sadar, sekolah tidak dapat mengubah budayanya hanya dengan melukis dinding sekolah atau memasang poster. Lingkungan yang kondusif mencerminkan suasana hati.

5. Tradisi 

Setiap budaya cenderung mengembangkan seperangkat tradisi. Tak beda dengan A.B. Combs, selama beberapa tahun, sekolah mengembangkan lima tujuan untuk menciptakan sebuah tradisi:

1) memperbaiki kesempatan siswa menjadi pemimpin, 
2) membangun kesempatan siswa, fakultas, keluarga dan komunitas,
3) melengkapi persyaratan akademis di daerah,
4) meneguhkan nilai-nilai sekolah seperti melayani komunitas, dan
5) menciptakan kenangan abadi bagi peserta didik.

Sebagai contoh, A.B. Combs kembangkan tradisi: Hari kepemimpinan, pesta dansa inagurasi, festival internasional, santap siang Silver-Tray, proyek layanan, perayaan hari kesuksesan. Semua tradisi mempunyai tujuan. Pada akhirnya siswa meninggalkan sekolah dengan keterampilan baru, kepercayaan diri meningkat dan kenangan kepemimpinan yang abadi.

Universitas perlu melahirkkan tradisi-tradisi yang melibatkan seluruh unsur civitas akademika. Untuk saat ini, kita budayakan silaturahmi, dies natalis, wisuda, ulang tahun yayasan, dan perlu menambahkannya kembali tradisi yang menciptakan perbaikan-baikan bagi universitas. Mungkin sudah banyak tradisi di universitas, tapi apakah sudah melibatkan semua unsur? Barangkali bagi para pimpinan kampus terasa banyak sekali, namun bagi yang lain?   

6. Kisah yang Melegenda/Cerita Rakyat

Yang bisa membangun A.B. Combs antara lain cerita rakyat. Sebagai contoh suatu ketika pemimpin paduan suara Jacquelin Keesee, datang terlambat. Ia menemukan siswa kelas 4 tengah berdiri di depan siswa lain. Anak itu memulai paduan suara dengan pemanasan. Tidak ada yang bisa mengalahkan anak ini. Kisah semacam ini diceritakan berulang-ulang hingga mengilhami dari masa ke masa. Semestinya, Jacquelin yang memimpin. Di samping itu, banyak kisah lain yang juga diceritakan.


Akhirulkalam, saya tutup dengan empat ungkapan
·        Pekerja ajaib kehidupan modern,
·        Tradisi memberi perhatian,
·        Bukan suatu tambahan pekerjaan,
·        Bersifat universal,

Demikian, terima kasih. Semoga menjadi bahan renungan.



Posting Komentar