Tak terasa kafha sudah berumur delapan tahun. Cerita suka duka, canda tangis, pertengkaran, persahabatan, persaudaraan sampai asmara membentuk satu ikatan batin yang disebut keluarga. Ya, keluarga kafha.
Di acara syukuran yang diselenggarakan pada tanggal 14 Maret 2013 dimana pada hari inilah kafha terbentuk, kami kembali mengingat masa-masa awal ketika bergabung dengan kafha. Beberapa kenangan manis muncul kembali. Tetapi yang terpenting, di malam ini kita kembali mengingat tujuan dari kafha itu sendiri, yang kemudian oleh pak Eka Wenats dirangkum menjadi 8 sifat yang dikenal dengan Hasta Brata.
Hasta
Brata untuk kafha
Dengan salamah aku menyapa Ibu Bumi. Yang
dengan segala keikhlasannya menerima segala kecam dan uji baginya. Yang dengan
segala kesabarannya menjadi pangkuan tempat segala pengetahuan bertumbuh. Yang
meski tubuhnya terluka ataupun diracun tetap memberi segala yang baik bagi
anak- anaknya. Ia lah Ibu yang tiada kenal berontak ataupun keluh pada setiap
jejak murka dan ego manusia.
Dengan segala puji aku merunduk mencium
kehangatan pancar terang dari Sang Surya. Baginya terang tidak pandang mata,
baginya terang adalah untuk semua. Ia lah penghidupan bagi siapa saja, bagi
segala luka dan tawa yang merindu dan tak merindu kasih. Cintanya tak memandang
muka, tiada pula memandang jiwa. Ciumku yang terdalam untuk sinar yang tak
pernah pilih kasih.
Dan melalui segala petang aku menyapa
kecantikan Kartika, sang Bintang yang tiada pernah cemas oleh saput kabut dan
desau angin. Dalam teguhnya ia ajeg di singgasananya. Dalam tegarnya ia kuarkan
kebulatan tekad dan hati yang tak pernah bergeser itikad. Ia lah kecantikan
yang abadi di antara yang abadi... Kekukuhan hati laksana tubuh berlian.
Halo.. Halo... Jelaga malam tidak pernah
membuat Chandra yang penuh romansa berpaling. Aku menggelitiknya lewat duka
yang tidak pernah tidak ada. Tapi Sang Chandra adalah rupa terang dalam
kegelapan. Ia lah jejak cahaya di antara kekelaman yang paling kelam sekalipun.
Baginya tiada sisi gelap ataupun terang, yang ada hanya pantul cahaya bagi
setiap insan yang membutuhkan. Ia lah tangan bagi setiap manusia yang gulana.
Ia lah penjaga kegelapan yang memastikan sang gelap tak akan pernah jadi
terlalu gelap.
Tetapi di antara terang dan gelap tiada
pernah boleh kita lupa pada surga kelana yang sejati, Samudera yang selalu biru
dan membuat baru. Tiada amarah baginya ketika segala hal terbuang ke peluknya,
bahkan tidak pula amarah bagi sejuta sampah dan marah. Ia tak pernah kotor dan
dirangkulannyalah tersimpan maaf yang tak pernah habis. Ia lah muara yang
mengajakmu untuk kembali memulai. Kau tak harus tetap tinggal dalam sesal, ia
membimbingmu ke jalan yang baru.
Barangkali ia nyaris serupa dengan Sang
Tirta yang begitu apa adanya dan leluasa menjadi segalanya. Tirta tak pernah
meninggi. Dalam jalannya ia lah aliran yang berkelok menuju kerendahan. Ia lah
runduk yang siap mengalah dan menjauh dari pongah. Ya... barangkali Tirta dan
Samudera memang bersaudara. Salam tercinta bagi mereka !
Namun jika kau jumpa Bayu, kau akan lupa
bersua salam dengannya. Ia lah telusup yang penuh susup dan Maha Pemberani.
Kebebasan adalah tubuhnya yang dilengkapi dengan jari- jari yang mawas. Sang
Bayu yang tanpa rupa memberi penghidupan baru yang menyegarkan. Ia lah tawa
tanpa rupa, bahkan tanpa suara.
Dan bila kau sempat berputar ke lorong-
lorong panas Ibu Bumi, temuilah Agni. Tiada kata tidak baginya. Baranya adalah
bara semua. Panasnya tak akan pernah berhenti di tubuhnya. Ia lah pesona yang
membakar segalanya agar jadi semembara dirinya. Tiada gentar, aral melintang
hanyalah puing kecil yang pasti ia kobar bakarkan.
Dengan salamah aku menyapa delapan hasta
brata. Mereka yang tiada pernah berhenti bergerak dan tiada punya ujung.
Merekalah yang semakin hari kian besar.
Dengan salamah aku mengucap,"Rasuklah
Duhai Hasta Brata! Hiduplah! Rasuk dan hiduplah pada raga kami yang sedang kerontang.
Rasuk dan restuilah kami dalam pemaknaan kitab dan hikmah. Hiduplah!"
Maka dengan salamah aku membisik...
"Delapan tahun... Delapan Hasta
Brata... Selamat lahir kembali Kitab dan Hikmah. Hiduplah kafha....."
NB: Special thanks to Pak Eka Wenats untuk
naskah asli Hasta Brata yang dibacakan pada sambutan pembukaan Sewindu kafha :)
Ditulis kembali oleh : Anggraeni W
Pak Eka Wenats saat memberikan sambutan
Sambutan koordinator umum kafha - Lutfi
MC kita yang heboh - Diah Ayu
Ketua Sewindu dan dinda-dinda cantik - Taufik - Reni - Niken
Di pembukaan ini kita kedatangan tamu dari alumni Psikologi - kak Ilham (Pojok kanan)
Dewan Keluarga Besar kafha sebelum prosesi potong tumpeng.
alhamdulillah, kafha masih tetap hidup dan semoga terus menginspirasi masyarakat Universitas Paramadina. GO kafha GO !!!
BalasHapus